MENGUSUT PELAKU MAFIA PAJAK SISTEMIK

Oleh Irwan P. Ratu Bangsawan
BOM WAKTU yang diungkap Komjen Pol Susno Duadji tentang Mafia Pajak sungguh dahsyat. Mabes Polri dan Kejaksaan Agung menjadi kalang kabut dibuatnya. Semua mata sekarang tertuju ke kasus penggelapan pajak senilai lebih dari Rp 25 milyar yang dilakukan oleh Gayus H. Tambunan ini.
Ironi memang terjadi dalam kasus ini. Bagaimana mungkin seorang PNS golongan IIIA dengan masa kerja 10 tahun memiliki rekening yang begitu luar biasa dan properti yang juga tak kalah luar biasanya. Tak ada logika yang dapat digunakan untuk membenarkan dan menganalisis perbandingan antara gaji yang diterima Gayus sebagai PNS dengan uang dan properti yang dimilikinya.
Kasus Gayus ini ke depan nampaknya akan semakin berkembang dan akan menyeret banyak nama. Nama-nama tersebut, sebagaimana yang telah diungkap Susno Duadji, dapat muncul dari lingkungan Polri, kejaksaan, pengadilan, Ditjen Pajak, maupun dari kantor akuntan publik.
Sekretaris Satuan Tugas Pemberantas Mafia Hukum Denny Indrayana sebagaimana ditulis VIVAnews mengungkapkan bahwa kasus Gayus merupakan kasus mafia yang tergolong berat. Dampak kerusakannya juga sangat besar. Dia menekankan kategori beratnya kasus ini karena bukan hanya menyangkut aparat pajak, melainkan juga terkait dengan aparat penegak hukum lainnya, seperti kepolisian dan kejaksaan.
Di sisi lain, dampak besar dari kasus ini adalah dari sisi penerimaan negara. Padahal, penerimaan negara selama ini sebagian besar disumbang dari pajak. Karena itu, kata Denny, Satgas membantu kepolisian untuk mengungkap kasus tersebut. Satgas telah menghimpun informasi sangat penting dan strategis dari Gayus guna menginvestigasi kasus ini lebih lanjut. Informasi itu terkait dengan mafia yang bukan sekedar melibatkan orang pajak, tetapi juga terkait dengan mafia peradilan, yakni mencakup institusi penegak hukum lainnya.
Mafia Sistemik
Apa yang pernah diungkap oleh Susno Duadji ternyata bukan isapan jempol belaka. Meski ada indikasi kasus ini akan dibelokkan menjadi kasus pencemaran nama baik, tapi desakan yang kuat dari publik, membuat aparat penegak hukum harus berpikir ulang jika ingin mengabaikan kasus yang sudah terlanjur membesar ini.
Kasus mafia pajak ini sekarang telah bergulir bagai bola salju, semakin lama semakin membesar dan dapat menghantam siapa saja yang terlibat di dalamnya. Komisi Yudisial (KY) menilai ada hal yang aneh dalam berkas tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) pada pegawai Pajak Gayus. Tuntutan 1 tahun penjara dan 1 tahun percobaan dinilai sebagai hal yang tidak serius dan lemah moral hukumnya, di samping ada mafia yang sistemik dan sinergis terkait penanganan kasus ini. Mulai dari Polri, berlanjut ke kejaksaan, kemudian pengadilan.
Pengusutan secara tuntas terhadap para pelaku mafia kasus pajak sudah tidak dapat ditawar-tawar lagi. Kesalahan dalam penanganan dapat menurunkan kredibilitas pemerintahan Presiden Yudhoyono secara keseluruhan.
Munculnya kasus ini menyebabkan kepercayaan masyarakat terhadap sistem perpajakan kita menurun tajam. Hal ini dibuktikan dengan munculnya boikot membayar pajak yang digalang di dunia maya melalui ”Gerakan 1.000.000 Facebookers Dukung Boikot Bayar Pajak untuk Keadilan”. Grup tersebut dinilai sebagai bentuk protes dan kekecewaan masyarakat atas kinerja petugas pajak.
Momentum mengemukanya kasus mafia pajak ini harus digunakan sebaik-baiknya oleh Mabes Polri, Kejaksaan Agung, dan Ditjen Pajak untuk membersihkan institusi mereka dari para mafia kasus. Jangan sampai momentum ini terlewat sia-sia dan terpendam menjadi bom waktu yang memiliki daya ledak lebih dahsyat lagi.
Untuk itu, ada beberapa catatan yang dapat kemukakan berkaitan dengan penuntasan kasus mafia pajak ini, yaitu: Pertama, perlunya segera mengembalikan kepercayaan antara aparatur pajak dan pengusaha/rakyat. Adanya kasus Gayus telah merusak kepercayaan yang selama ini sudah terbangun. Kedua, momen evaluasi diri, bukan hanya di tubuh polisi, kejaksaan, dan pengadilan, tapi juga di lembaga pajak. Kebusukan yang selama ini dikeluhkan harus segera disingkirkan. Ketiga, meningkatkan moralitas aparat penegak hukum. Masyarakat sudah jenuh dengan demoralisasi aparat penegak hukum sebab semua kasus nampaknya dapat dinegosiasikan. Keempat, melakukan perubahan kurikulum dan paradigma pendidikan di fakultas hukum, sekolah kepolisian negara, dan pendidian kedinasan di bawah Kementerian Keuangan. Kelima, perlu ada perubahan besar-besaran tentang kurikulum seleksi polisi, jaksa, dan hakim. Proses seleksinya harus dilakukan secara transparan (***)

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama