Tanpa judul



Ketika Musim Bencana Tiba
Oleh Irwan Pachrozi

Dulu, Indonesia lama dikenal sebagai negeri yang "gemah ripa loh jinawi". Sebuah negeri yang sangat makmur. Ibarat kata, kayu pun jika diletakkan di atas tanah akan tumbuh menjadi tanaman. Air tinggal diambil, bumi ditinggal diolah. Pokoknya, semua serba ada, semua tinggal dimanfaatkan. Tapi, itu dulu, bahkan duluuuu sekali.
So what, bagaimana sekarang? Ya, nggak usah terlalu banyak berdebat, semua orang seperti sepakat bahwa ada yang salah dengan Indonesia masa kini. Coba kita data sedikit saja yang ada:
1. banyak pejabat yang ditangkap KPK karena korupsi;
2. banyak pengusaha yang dijebloskan dipenjara atau banyak juga yang ngekos di Singapura karena ketahuan menjarah duit rakyat;
3. banyak rakyat yang tidak peduli dengan kehidupan sekitarnya, sehingga teroris yang paling terkenal seperti Noordin M. Top pun dengan mudah berkeloiaran di sekitar kita.
Kembali ke judul catatan di atas, rupanya Indonesia sekarang adalah Indonesia yang terlalu sering tertimpa bencana. Saking seringnya seperti sedang musim-musimnya saja. Lah, apa ndak celaka itu itu namanya? Bencana kok ada musimnya.
Tapi, terlepas suka atau tidak, bencana nampaknya sudah menjadi bagian keseharian dari rakyat Indonesia. Kita mencatat ada bencana tsunami Aceh, gempa Yogya, sampai yang terakhir gempa Jawa Selatan. Pertanda apa ini? Kata Ebiet G. Ade, kita harus telanjang dan benar-benar .... (apa ya terusannya?) Ah, nggak penting itu. Yang penting adalah istighfar dan meningkatkan kepedulian sosial yang sudah mulai terkoyak (alaaah kok terkoyak sih?)
Kepedulian sosial dapat menjadi kunci untuk mengatasi trauma pascagempa. Rakyat jangan dibiarkan seakan-akan mereka sendirian menghadapi kesulitan akibat gempa. Rakyat harus diberi ruh untuk bangkit dari kesulitan dan kesusahan akibat gempa. Musim gempa akan segera berlalu jika kita cepat sadar (terutama para pemimpin) untuk kembali ke jalan ....... (jalan apa ya? kok jadi lupa).

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama